PONOROGO – Aksi unjuk rasa damai dilakukan oleh Konsorsium LSM Ponorogo (KLP) terkait dugaan Tindak Pidana Memberikan Kesaksian Palsu dibawah sumpah dan Penipuan terduga TN dkk, Rabu (24/3/2021) pukul 09.00 Wib.
Pantauan dilapangan aksi unras dilakukan di Kantor Pengadilan Negeri (PN) Ponorogo Jalan Ir. Juanda Kelurahan Tonatan Kecamatan Ponorogo, Kantor Kejaksaan Negeri Ponorogo jalan MT. Haryono Kelurahan Beduri Kecamatan Ponorogo yang diikuti 30 orang, sebagai korlap Heru Budiono LSM Cakra.
Dalam orasinya Binardi dan Dite yang tergabung dalam konsorsium LSM Ponorogo meminta agar proses penyidikan dan penyelidikan oleh aparat penegak hukum dilakukan secara profesional dan aparat penegak hukum bertindak secara adil.
“Jangan pertaruhkan kebenaran dan keadilan hukum dengan cara krimininalisasi yang tidak berdasar pada logika hukum,” ungkapnya.
Selanjutnya, saat berorasi di PN Ponorogo mereka menyampaikan, martabat dan harga diri lembaga anda (PN..red) bagaimana publik percaya dengan hakim hakim congkek.
“Ada jual beli perkara ternyata tidak diproses di PN Ponorogo,” ucapnya.
Mereka menyebut, jangan menghalalkan segala cara dalam meraih sesuatu karena semua ada balasannya diakhirat nanti.
“Kami konsorsium LSM Ponorogo mengharapkan pada institusi Polri untuk menegakkan supremasi hukum si Bumi Reog Ponorogo. Jangan sampai terulang kembali kasus yang dialami bapak Sukardi,” tambahnya.
Selain itu mereka juga membawa poster bertuliskan, Tolong Bapak…!! Saya ini korban kriminalisasi oknum oknum bejat….brutal…biadab dan kanibal.. ,Tanah dan rumah mau di eksekusi, Istri sudah menghadap Sang Kholiq…Kemana Lagi Saya harus mengadu..??, Peradapam Hukum Bumi Reog akan runtuh manakala: Kebenaran, Keadilan dan Kemanusiaan semakin mahal harganya dan langka di cari di Republik ini ……., A.P.H Katakan dengan jujur bahwa yang benar adalah benar dan yang salah tetaplah salah walaupun hati ini terasa sakit.
Sementara kuasa hukum Sujamin Suparno, SH, M.HUM yang juga Ketua Lembaga Transparansi Peradilan Ponorogo kepada awak media mengungkapkan, fakta persidangan Sukardi yang kemudian di tindak lanjuti dengan surat kuasa jual beli dan surat ajb di notaris Ponorogo, yang perikatan hukumnya ada di Trengalek.
Yang menjadi persoalan ketika di sidang pengadilan, notaris mengatakan jual beli itu hanya Rp. 160 juta, baik itu notaris Hartati maupun Notaris Uriani, dalam kesaksian di bawah sumpah harga jual beli tanah dan bangunan 160 juta, kalau faktanya dulu sekitar 500 juta sekarang 700 sampai 900 juta perkiraan bisa lebih.
“Kalau memang itu hanya 160 juta logikanya cukup di lelang di Ponorogo, pasti masih ada sisa hasil lelang,” ucapnya.
Dikatakan, yang sangat menyedihkan itu dalam satu kesaksian, obyeknya sama saksinya beberapa orang, tapi beda.
“Kalau ada yang beda dalam kesaksian, pasti ada yang bohong. Saksi 1 mengatakan 160 juta, Saksi 2 mengatakan 200 juta. Mana yang benar saksi ini,” jelashya.
Parno menyebut, bukti autentik di situ 160 juta tapi dia mengatakan itu 200 juta satunya 160 juta. Oleh karena itu, satu di antara duanya pasti bohong.
Yang kedua lanjut Suparno, kalau itu memang perikatan utang piutang kenapa tidak di buat saja perikatan utang piutang, kenapa harus perikatan jual beli. Kalau memang dibuat perikatan jual beli kenapa tidak disampaikan secara terbuka kepada yang bersangkutan, tetapi perikatan jual beli kenapa masih menerima angsuran?
“Jadi kalau memang itu sudah di perjual belikan kenapa itu masih menerima ansuran, karena beberapa kali menerima angsuran berdasarkan fakta dipersidangan, meskipun alasan nya itu ganti sewa, ganti sewa kok ada perjanjian sewa menyewa dalam persidangan tidak ada perjanjian sewa menyewa itu dalam persidangan,” ucapnya.
Harapan Saya supaya perkara ini di usut secara tuntas, di bongkar secara apa adanya jadi gunakan lah keadilan itu dengan istilahnya menjunjung tinggi etika moral, etika hukum dan peraturan perundang undangan. (mny).