Home Headline Peluang Petahana & Penantang dalam Pilbup Ponorogo di Era Kondisi Corona

Peluang Petahana & Penantang dalam Pilbup Ponorogo di Era Kondisi Corona

0

Oleh:
Muhamad Fajar Pramono,
Dosen UNIDA Gontor

Pandemi Covid-19 telah merubah segalanya, baik dalam ekonomi, sosial dan budaya, termasuk dalam politik. Dalam politik yang semula disamping faktor pencitraan dan yang sama penting adalah perang darat.

Perang darat itu sangat mengandalkan penguasaan terhadap simpul-simpul pemilih, seperti, jaringan kepala desa, majelis ta’lim, ta’mir masjid, ormas keagamaan dan sebagainya. Semakin dekat dan menyapa pemilih, semakin tinggi tingkat keberhasilnnya.

Namun pada era pandemi Covid-19 sudah tidak bisa dilakukan secara maksimal. Tidak memungkinkan bagi para calon untuk bisa menyapa langsung pemilih, sekedar berjabat tangan. Jaringan efektif hanya melalui media sosial dan jaringan birokrasi.

Maka dalam konteks pilkada Ponorogo bisa dikatakan Bupati Ipong, sebagai petahana nyaris tidak ada penantang.

Semua jaringan media massa dan birokrasi sudah dikuasai beliau. Mungkin yang tersisa jariangan media sosial, seperti, facebook, Instagram, group-grup WA.

Fenomena ini kita sebut sebagai kemenangan Ipong Muchlisoni sebagai petahana secara gemilang. Tapi disisi lain kita sebut sebagai kematian demokrasi.

Demokrasi mensyaratkan adanya perbedaan pendapat. Adanya balance of power. Tidak adanya kekuasaan tunggal. Adanya kontrol terhadap kekuasaan. Demokrasi memungkinkan adanya kompetisi/ persaingan. Demokrasi mensyaratkan sikap terbukan dan sikap aspiratif.

Kembali dalam konteks Ponorogo jika benar Bupati Ipong sebagai calon tunggal bisa kita sebut matinya demokrasi.

Konsekuensinya, terjadi personifikasi kekuasaan. Pemerintah identif dengan personil penguasaan. Kritik terhadap personil identik dengan pemerintah. Ini bahaya dalam tata kelola pemerintahan.

Pertanyaannya, apakah masih ada peluang bagi penantang untuk bisa mengalahkan petahana, Ipong Muchlisoni ?

Dalam politik tidak ada yang absolut. Dalam politik disamping kemampuan menghitung orang baik dan yang sama penting adalah menghitung tingkat pengkhianatan.

Pengkhianatan itu tumbuh subur dengan sikap otoriterisme, kesewenang-wenangan. Mereka baik-baik di depan, tetapi dibelakangnya banyak mencibir. Banyak penjilat. Karena mereka takut ngomong yang benar dihadapan penguasa. Ini biasanya tidak mudah mendeteksi. Fenomena ini banyak dikalangan birokrat, politisi dan pengusaha.

Menurut saya tantangan yang berat dihadapi petahana (Pak Ipong) adalah kelompok ini. Silent mayority (jumlahnya banyak, tapi tidak bersikap. Karena sebab takut itu).

Orang-orang yang berada dalam zona aman. Tinggal pemicunya. Pemicunya, bisa dilihat dari dua sisi. Sisi satu dari pihak petahana. Sangat tergantung kemampuan petahana menangani pandemic Covid-19 di Ponorogo. Bisa menambah kesaktian petahana, tapi jika salah kelola justru menghancurkan reputasinya petahana. Itu yang pertama.

Sisi kedua adalah calon penantang yang mampu menggalang kelompok ini. Tidak suka gaya kepemimpinan petahana. Mereka menunggu-nunggu kepemimpinan alternative.

Tapi takut ngomong dan takut bergerak. Sangat tergantung menggerakkan. Inilah peluang penantang untuk bisa memenangkan petahan.
Wallahu A’lam. (Cokromenggalan, 1 Juni 2020)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here