PONOROGO (MP) – Pertemuan Pemkab Ponorogo dengan Polres terkait pelarangan becak dan motor (bentor) beroperasi di Ponorogo terus dilakukan. Hal itu dilakukan karena pasca pelarangan bentor beroperasi, (alat angkut yang digemari warga Ponorogo) itu ada aspek sosialnya.
Inilah hasilnya, bentor yang boleh beroperasi adalah bentor yang masih memiliki legalitas yakni pajak kendaraan masih hidup, tidak menggunakan mesin selep dan mempunyai Surat Ijin Mengemudi (SIM), operasi bentor hanya dibolehkan di pinggiran kota Ponorogo, tidak diwilayah kota ponorogo.
Bupati Ipong Muchlisoni mengungkapkan, bentor yang ditertibkan pihak kepolisian karena jelas-jelas menyalahi Undang-undang No 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Dengan demikian, polisi mempunyai kwajiban melarang bentor beroperasi di kota besar. Semua itu dilakukan Pemkab dan pihak kepolisian guna menata penertiban peraturan di Ponorogo.
“Bentor ini adalah suatu kegiatan yang jelas-jelas menyalahi peraturan dan undang-undang. Maka wajib hukumnya mereka tidak diperboleh turun ke jalan. Tapi, karena ada aspek sosialnya, mereka mengeluh kepada Saya, maka Saya mencarikan jalan,” ujar Ipong Kamis, (14/12).
Ipong juga mengatakan, atas keluhan para pengemudi bentor itu pihaknya sudah mengadakan pertemuan dengan ke Polisian. Dari hasil pertemuan itu sudah mendapatkan keputusan. “Yang kemarin di tangkap (razia) agar dilepaskan, jadi tidak ada namanya membunuh. Ini adalah bagian dari penertiban dan penegakkan aturan, jadi bukan membunuh,” jelasnya.
Senada diungkapkan Kepala Dishub Ponorogo Junaidi meminta apa yang sudah diputuskan dari pertemuan Pemkab dan Polres diharapkan bisa diterima. Win-win solusion menjadi akhir konflik yang panjang terkait bentor.
“Secara prinsip ketemunya bargaining positip itu, mencarikankan jalan solusi, mereka sepakat antara Bupati dan Polisi memberikan kesempatan bisa beroperasi bentor di wilayah pinggir,” ucapnya.
Dia juga menambahkan, terkait masih adanya penahanan 36 bentor di polres, pihak kepolisian sudah menginstruksikan agar dikeluarkan. “Jadi win-win solusion ini adalah cara penyelesaian masalah bentor yang mengacu pada proses penyelesaian bentor di kabupaten terdekat di Ponorogo,” terang Junaidi.
Sementara itu ketua paguyuban bentor Ponorogo Sunarso mengaku belum puas dengan hasil keputusan dari para pejabat pemerintah dan kepolisian. Menurutnya, apa yang diputuskan mereka dinilai tidak adil dan membunuh para pengemudi bentor.
“Saya belum puas dengan keputusan itu. Yang jelas keinginan kita tetap bisa berjalan seperti biasa. Dan setelah itu monggo ditata lagi. Ini bisa dikatakan membunuh orang, beda dengan menata. Pihaknya juga mendukung kalau memang tujuaannya untuk menata Ponorogo, mari ditata bersama, yang muda kemana, yang tua dibawa kemana. Ini yang namanya ditata,” tukasnya. (mny)