JAKARTA, Media Ponorogo – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan sengketa hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Ponorogo yang diajukan pasangan calon nomor urut 1, Ipong Muchlissoni-Segoro Luhur Kusumo Daru (Perkara Nomor 45/PHPU.BUP-XXIII/2025).
Dalam sidang putusan Selasa (4/2/2025), Ketua MK Suhartoyo menyatakan dalil-dalil permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum. “Permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” tegasnya.
Putusan ini mempertimbangkan beberapa faktor krusial. Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menjelaskan Mahkamah tidak yakin dengan kebenaran dalil-dalil pemohon.
Mahkamah juga tidak menemukan adanya kondisi atau kejadian khusus yang dapat dinilai telah mencederai penyelenggaraan Pemilihan Bupati Ponorogo Tahun 2024 yang dapat dijadikan alasan untuk menyampingkan Pasal 158 UU Pilkada. Sehingga permohonan ini tidak dapat lagi diteruskan dalam sidang berikutnya.
“Dengan demikian tidak ada relevansinya untuk meneruskan permohonan a quo pada pemeriksaan persidangan lanjutan dengan agenda pembuktian karena tanpa sidang lanjutan dengan agenda pembuktian Mahkamah telah meyakini tahapan-tahapan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Ponorogo Tahun 2024 telah dilaksanakan sesuai dengan tahapan dan ketentuan,” kata Saldi.
Oleh karena itu, MK tidak mengesampingkan Pasal 158 UU 10/2016 (UU Pilkada) terkait kedudukan hukum pemohon, yang mensyaratkan ambang batas selisih suara minimal 1 persen antara pemohon dan paslon peraih suara terbanyak.
Selisih suara antara Ipong-Segoro (254.618 suara) dan Sugiri-Lisdyarita (300.790 suara) mencapai 46.172 suara (8,3 persen), jauh melebihi ambang batas tersebut.
Pemohon mendalilkan adanya penyalahgunaan APBD untuk memobilisasi Ketua RT guna memenangkan pasangan calon nomor urut 2, Sugiri Sancoko-Lisdyarita.
Namun, MK menilai dalil ini tidak beralasan hukum. Pembentukan organisasi “Baret Merah” yang dituduhkan sebagai alat mobilisasi, menurut Pihak Terkait (Sugiri-Lisdyarita), merupakan upaya pengembangan lembaga kemasyarakatan desa berdasarkan Permendagri Nomor 18 Tahun 2018.
Meskipun pembentukan dan pelantikan Baret Merah relatif dekat dengan Pilbup (Mei-Juni 2024), Pihak Terkait membuktikan adanya program dan kegiatan serupa sejak 2021.
MK berpendapat, pemohon gagal membuktikan secara konkret korelasi antara pembentukan Baret Merah dengan perolehan suara Sugiri-Lisdyarita.
Bukti-bukti yang diajukan, seperti undangan pengukuhan dan dokumentasi kegiatan, tidak cukup meyakinkan Mahkamah.
Di samping itu, Mahkamah berpandangan pembentukan organisasi Baret Merah tersebut tidak serta merta dapat dinyatakan merupakan suatu pelanggaran terhadap Pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) dikarenakan Pemohon harus dapat membuktikan secara jelas bahwa program tersebut menguntungkan bagi pasangan calon tertentu.
Setelah membaca dan mencermati alat bukti serta fakta persidangan, Mahkamah berpendapat Pemohon tidak dapat membuktikan secara konkret dan komprehensif pengaruh dari pembentukan Baret Merah terhadap proses pemilihan dan perolehan suara paslon.
Dengan demikian, permohonan sengketa hasil Pilbup Ponorogo dinyatakan tidak dapat diterima dan proses hukumnya berakhir. (mk/mas)