JAKARTA, Media Ponorogo – Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Bupati Ponorogo di Mahkamah Konstitusi (MK) memasuki babak baru.
Senin (20/1/2025), kuasa hukum pasangan calon bupati dan wakil bupati Ponorogo nomor urut 2, Sugiri Sancoko – Lisdyarita, Indra Priangkasa, secara tegas menyatakan bahwa pemohon, pasangan Ipong Muchlissoni-Segoro Luhur Kusumo (Paslon 01), tidak memenuhi syarat formal untuk mengajukan permohonan.
Indra, pengacara kondang itu, mengungkapkan hal tersebut dalam sidang Perkara Nomor 45/PHPU.BUP-XXIII/2025 di hadapan Majelis Hakim Panel 2 yang dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra.
Ia berargumen berdasarkan Pasal 158 ayat (2) huruf c UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Pasal tersebut mengatur ambang batas permohonan, yang untuk Pilkada Ponorogo sebesar 1% mengingat jumlah penduduknya antara 500.000 hingga 1.000.000 jiwa.
Selisih perolehan suara antara Paslon 01 dan Paslon 02 mencapai 8,32%, atau sekitar 46.000 suara, jelas melampaui ambang batas tersebut.
“Jadi, secara normatif, pihak pemohon tidak punya kedudukan hukum untuk bertindak sebagai pemohon dan tidak memenuhi syarat formal,” tegas Indra.
Lebih lanjut, Indra menyampaikan tentang kewenangan MK dalam memeriksa materi-materi pelanggaran yang diajukan pemohon.
Ia menekankan bahwa materi-materi tersebut, menurut UU Nomor 10 Tahun 2016 dan peraturan MK, berada di luar domain MK dan menjadi wewenang penuh Bawaslu untuk penyelesaian pelanggaran administrasi, etika, atau pidana. “Mahkamah tidak punya wewenang untuk melakukan pemeriksaan terhadap permohonan pemohon,” tandasnya.
Indra juga membantah seluruh materi permohonan yang diajukan Paslon 01. Terkait dugaan penggunaan dokumen tidak sah dalam persyaratan pencalonan Sugiri Sancoko, Indra menunjukkan surat keterangan dari Universitas Tritunggal Surabaya yang menyatakan Sugiri Sancoko lulus sidang yudisium pada Juli 2006 dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE). Ia menjelaskan bahwa ketidakhadiran data Sugiri Sancoko di PDDIKTI disebabkan oleh dimulainya pendataan PDDIKTI pada tahun ajaran 2003/2004, sementara Sugiri Sancoko tercatat sebagai mahasiswa sejak tahun ajaran 2002/2003.
Dugaan mutasi pejabat dalam waktu enam bulan sebelum penetapan pasangan calon juga dibantah. Indra menjelaskan mutasi dilakukan pada 21 Maret 2024, sementara larangan mutasi berlaku sejak 22 Maret 2024. “Jeda waktu antara SK tanggal 21 Maret dan berlakunya tanggal 1 April 2024 adalah konsekuensi administrasi pemerintahan,” jelasnya.
Senada dengan kuasa hukum Sugiri Sancoko, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Ponorogo selaku termohon juga menegaskan tidak ada permasalahan terkait ijazah Sugiri Sancoko. Ketua KPU Kabupaten Ponorogo, R. Gaguk Ika Prayitna, menjelaskan bahwa semua ijazah SMA/sederajat keempat paslon telah diverifikasi. Ia menambahkan bahwa dugaan ijazah S1 Sugiri Sancoko yang tidak tercatat di database Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah VII telah dilaporkan ke Polda Jatim dan dinyatakan tidak ditemukan peristiwa pidana.
Anggota Bawaslu Kabupaten Ponorogo, Jenny Susanto, juga menyatakan bahwa laporan dugaan pelanggaran terkait mutasi pejabat tidak dapat ditindaklanjuti karena tidak memenuhi syarat formil dan materil.
Berdasarkan bantahan-bantahan tersebut, Indra Priangkasa memohon kepada MK agar permohonan Paslon 01 tidak dilanjutkan. “Permohonan secara formil tidak memenuhi syarat, dan secara material juga dibantahkan,” tegasnya. (tim/mas)