Oleh:
Muhamad Fajar Pramono, Dosen dan direktur Pusat Studi Pemberdayaan Birokrasi dan Masyarakat UNIDA Gontor
Sebagaimana pemilihan kepala daerah (pilkada) sebelum-sebelumnya dihampir semua kabupaten dan kota di Indonesia, termasuk di Ponorogo pasti ada yang kalah dan menang.
Namun ada beberapa hal yang menarik, khususnya Ponorogo dan mungkin di daerah-daerah lain, Pertama, semakin meningkatnya kedewasaan dan kecerdasan pemilih dalam pilkada tahun 2024. Salah satu indikasinya bahwa pilihan politik tidak ditentukan berapa jumlah yang diterima.
Jika dulu ada pandangan umum bahwa siapapun orangnya dan yang ngasih amplop. Mereka dia yang akan dipilih. Atau siapa yang ngasih banyak, dia yang akan mereka pilih.
Terlepas bagaimana latar belakangnya. Kini pemilih pilkada berbeda, misalnya, di Kota Madiun dimana calon yang ngasih 250 kalah dengan yang hanya ngasih 100 (yang penting ada). Bahkan di Ponorogo lebih dramatis, calon yang ngasih 50 dan bahkan 60 kalah dengan calon yang ngasih 20 atau 10, bahkan zonk (tidak ngasih sama sekali).
Kedua, tidak lagi faktor jumlah uang yang menentukan, tetapi faktor komunikasi politik dan track record (jejak kinerja). Kedekatan dan kehangatan calon dengan pemilih. Juga berbagai solusi dan kebijakan yang kongkret dan solutif, yang menjadi pertimbangan penting pemilih 2024.
Terlepas apa yang melatarbelakangi setidaknya fenomena ini tentunya hal yang menggembirakan dan semoga menjadi trend ke depan dalam mewujudkan kualitas demokrasi yang semakin baik.
Dari fenomena ini setidaknya ada beberapa hal yang menguntungkan bagi pemerintah dan masyarakat dalam konteks pembangunan, Pertama, akan berpengaruh terhadap kinerja pemerintahan ke depan. Artinya, jika para Bupati/ Walikota tidak dibebani biaya politik yang tinggi (high cost politics), maka akan membantu mereka untuk mewujudkan clean government. Akan dihindari penyalahgunaan APBD untuk kepentingan politik praktis, bukan untuk pembangunan. Juga Insha Allah akan dihindari praktek-praktek manipulatif atau pat-gulipat penggunaan anggaran dari sisi adminstratif dan real pembangunan.
Kedua, juga akan membantu Bupati/ Walikota untuk mewujudkan good Governance. Penempatan pejabat tidak lagi karena transaksionsl, tetapi karena pertimbangan kemampuan dan keahlian. Dan tentunya akan berpengaruh pada tata kelola pemerintahan yang lebih baik. Tidak ada lagi tim-tim siluman yang mengganggu kinerja satker atau unit-unit di lingkungan pemerintah. Dan tentu berbagai keuntungan lain dari dari efek pemilih yang cerdas dan dewasa.
Wallahu A’lam
Cokromenggalan, Jum’at, 29 November 2024.