Home Daerah Otokritik dan Tantangan Penyelenggara Pemilu 2024

Otokritik dan Tantangan Penyelenggara Pemilu 2024

0

PEMILIHAN UMUM akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024, bertepatan pada hari Rabu. Pemilu ini akan digunakan sebagai sarana untuk memilih DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, serta DPRD.

Dapat dikatakan bahwa pemilu di gunakan sebagai sarana memilih penyelenggara pemerintahan di negeri Indonesia tercinta ini.

Dengan tujuan pemilu itu sendiri diharapkan cita-cita bangsa dapat dicapai. Bukan hal yang mudah tentunya untuk mencapai tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang termaktub dalam preambule UUD 1945 alenia ke 4, yakni : “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.

Untuk memantapkan dan meraih tujuan diatas maka hal yang fundamental dibutuhkan yakni input penyelenggara pemerintahan yang memiliki integritas dan kapabiliitas.

Pemilu di negeri ini merupakan siklus pertama dalam pemerintahan, artinya legalitas input pemerintahan secara umum didapatkan dari penyelenggaraan pemilu ini.

Perppu no 1 tahun 2022 yang merupakan perubahan atas Undang undang no 7 tahun 2017 yang mengatur regulasi pemilu tahun 2024.

Regulasi dalam peraturan ini menyangkut masalah konsepsi, teknis dan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh pihak penyelenggara maupun peserta pemilu.

Konsepsi penyelenggaraan pemilu pada Pasal 2 menyebutkan Pemilu dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Kemudian pada pasal berikutnya yakni pasal 3 menyebutkan prinsip penyelenggaraan pemilu yaitu : mandiri; jujur; adil; berkepastian hukum; tertib; terbuka; proporsional; profesional; akuntabel; efektif; dan efisien.

Kemudian siapa yang melaksanakan amanah dari peraturan ini?

Penyelenggaraan dalam hal ini adalah KPU, Bawaslu, dan DKPP. KPU memiliki domain selaku eksekutor dari pelaksanaan setiap tahapan, mulai dari perencanaan hingga penetapan hasil pemilu.

Bawaslu memiliki domain atas fungsi eksekutor pemilu dalam melaksanakan eksekusi, dan terakhir DKPP selaku peradilan etik kedua penyelenggara diatas.

“Output yang baik, didapatkan dengan proses dan input yang baik”. Artinya untuk mendapatkan output pemilihan umum yang demokratis maka dibutuhkan proses yang memiliki unsur kuat demokratisasi baik dari sisi penyelenggara maupun regulasinya.

Menurut hemat saya, ada beberapa hal yang menjadi tantangan dalam pemilihan umum tahun 2024 mendatang, diantaranya :

1. Lemahnya koordinasi dan pemahaman atas regulasi/ aturan baik dari pangkalnya yaitu UU 7 tahun 2017 yang sudah diganti dengan perpu 1 tahun 2022, Peraturan KPU, Keputusan KPU yang berkaitan dengan tahapan pemilu.

Perincian koordinasi terbagi menjadi 2 (dua), yakni koordinasi internal dan koordinasi external. Koordinasi internal yang dimaksud adalah koordinasi antara sesama penyelenggara yakni KPU dan Bawaslu beserta jajarannya kebawah.

Narasi pemahaman regulasi yang ada seolah hanya di miliki oleh jajaran yang di atas. Sementara dilevel bawah/ tingkat desa hal ini tidak terjadi, hal ini nampak ketika ada persoalan diantara mereka sesama PPS tetapi berbeda desa seringkali berbeda dalam dasar pengambilan keputusan serta keputusan yang berbeda pula.

Seolah penyelenggaraan pemilu ini tidak ada aturan dalam proses dan tahapannya. Semestinya penyelenggara bergerak dinamis dan mengedepankan nilai yang termaktub dalam peraturan perundang-undangan daripada sekedar terjebak pada masalah teknis.

2. Partisipasi peserta pemilu yang kurang. Hal ini disebabkan beberapa kemungkinan, yakni : tidak aktif mengikuti regulasi penyelenggaraan pemilu dan kurangnya sosialisasi/ koordinasi penyelenggara pemilu dengan peserta pemilu.

Tidak memahami regulasi berdampak pada tidak memahami hak yang telah di berikan oleh peraturan perundang-undangan yang akibatnya tidak ada action dalam acara yang seharusnya mereka terlibat didalamnya.

Keadaan demikian dikhawatirkan berdampak pada konflik horisontal dibelakang hari dan rendahnya partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya.

Selayaknya penyelenggara melakukan sosialisasi dan koordinasi secara massif di berbagai level penyelenggara pemilu.

Penyelenggara pemilu menyampaikan seluruh hak dan kewajiban peserta pemilu dalam seluruh tahapan pemilu, termasuk larangannya. Diwaktu yang sama perlu sosialisasi pada masyarakat secara umum.

Tantangan pemilu kita kali ini diantaranya adalah angka pemilih sekitar 192 juta, interpretasi yang tajam dan ekstrim yang seringkali menyebabkan perpecahan dan kegalauan masyarakat, diangkatnya isu sara, black campaigne, kondisi geografis dan demografis negeri ini, dan potensi tidak netralnya warga negara yang seharusnya netral.

Tantangan adalah sebuah keniscayaan dalam penyelengaraan pemilu. Tidak ada jalan lain untuk melalui tantangan ini kecuali konsistensi penyelenggara pemilu di setiap levelnya terhadap aturan serta koordinasi dengan berbagai elemen masyarakat tanpa kenal lelah.

Kita tidak berharap tantangan ini disambut dengan cara yang salah hingga akhirnya menimbulkan konflik horisontal dan perpecahan di tengah masyarakat.

Kita meyakini bahwa aturan perundang-undangan pemilihan umum di buat dengan melalui kajian kajian yang panjang demi terwujudnya tujuan pemilu.

Kita berharap pemilu kali ini bisa adem, mencerdaskan dan memiliki legitimasi yang kuat.

Penulis : Bambang Wibowo
Praktisi pemilu

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here