Oleh : Dr. H. Rudianto, M.Ag, Sekretaris PDM Ponorogo
PP Muhammadiyah mengusung tema milad tahun ini adalah “Menghadirkan kemakmuran untuk semua”.
Tema ini sangat relevan dengan kondisi Muhammadiyah yang mana kemakmuran dalam bermuhammadiyah belum dirasakan oleh semua.
Padahal yang melatarbelakangi berdirinya perkumpulan Muhammadiyah di antaranya adalah memakmurkan umat.
Fakir miskin, yatim piatu, dan anak-anak terlantar disejahterakan oleh Muhammadiyah.
Dasar yang digunakan Muhammadiyah dalam memakmurkan umat yaitu QS. al-Ma’un ayat 1-3, bahwa termasuk orang yang mendustakan agama adalah orang yang menghardik anak yatim dan tidak memberi makan pada orang-orang miskin.
Dari itulah Kyai Dahlan mendirikan panti asuhan, rumah sakit PKO, dan lembaga pendidikan untuk memberi kemakmuran pada masyarakat.
Dari sudut pandang ekonomi, kemakmuran adalah kemampuan untuk memenuhi sebagian besar kebutuhan hidup, baik kebutuhan primer, kebutuhan sekunder, maupun kebutuhan tertier.
Oleh karena itu kemakmuran yang berkeadilan menjadi dasar dan tujuan utama perkumpulan Muhammadiyah.
Dalam konteks organisasi kemakmuran dapat dimaknai lebih luas.
Sebagai sebuah organisasi, Muhammadiyah memiliki beberapa amal usaha yang bergerak dalam bidang pendidikan, sosial, ekonomi, dan kesehatan.
Bahwa semua amal usaha bukanlah sebagai tujuan akan tetapi menjadi sarana dakwah amar makruf nahi munkar, dalam mewujudkan tujuan Muhammadiyah “menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keberadaan amal usaha apapun jenisnya tidak boleh menyimpang tujuan persyarikatan.
Pentingnya Kaderisasi Muhammadiyah
Akhir-akhir ini proses kaderisasi di Muhammadiyah tidak menjadi perhatian secara serius oleh pimpinan.
Pimpinan persyarikatan sering lengah dan tidak menganggap penting terhadap proses kaderisasi.
Ibarat sebuah kendaraan, kader merupakan ban cadangan yang harus dipersiapkan dengan baik untuk mengantisipasi jika terjadi kebocoran di tengah jalan.
Memang kebanyakan orang jarang mengontrol ban serepnya, karena disimpan di tempat tersembunyi, tidak tampak di permukaan. Baru ingat bahwa ban serep itu penting jika telah terjadi permasalahan di tengah jalan.
Akibat dari tidak adanya perhatian serius dari pimpinan mengenai kaderisasi sehingga mengalami kesulitan ketika membutuhkan generasi penerus perjuangan persyarikatan Muhammadiyah.
Pimpinan persyarikatan dipilih dan ditentukan oleh hasil pemilu Muhammadiyah.
Kompetensi calon pimpinan persyarikatan sebagai kandidat tidak banyak diketahui secara komprehensip oleh pemilih kecuali yang bersifat kasat mata.
Permasalahan mengenani visi, misi, tujuan, dan strategi calon pimpinan tidak dipahami oleh pemilih. Akibat dari semua itu tidak semua pimpinan persyarikatan mampu memikirkan secara intensif untuk memajukan organisasi ke depan dan mempersiapkan kader-kader penerus perjuangan Muhammadiyah ke depan.
Masyarakat pemilih menilai calon pemimpin persyarikatan hanyalah mereka yang aktif dan peduli terhdap kegiatan Muhammadiyah misalnya sebagai khotib di masjid Muhamadiyah, mengisi ceramah di Muhammadiyah, dianggap memiliki kelayakan untuk memimpin Muhammadiyah.
Itulah sebabnya peran pimpinan dalam menyiapkan kader-kader terbaiknya untuk mengawal tujuan persyarikatan menjadi terabaikan.
Krisis kader di Muhammadiyah menyebabkan pimpinan persyarikatan salah dalam mentukan kebijakan.
Sering terjadi sikap dan tindakan pimpinan persyarikatan mengangkat pimpinan amal usaha Muhammadiyah bukan dari kader.
Mereka beralasan tidak ada kader yang profesional untuk menangani masalah yang terjadi di amal usaha. Kader dianggap tidak mampu bersaing dengan bukan kader sehingga dasar yang digunakan adalah profesionalisme.
Sementara pimpinan persyarikatan tidak pernah membayangkan dan mengantisipasi permasalahan yang akan terjadi di masa depan terhdap nasib amal usaha.
Dampak negatif yang ditimbulkan pimpinan amal usaha Muhammadiyah yang dipimpin oleh lain yang tidak memahami tentang maksud dan tujuan organisasi. Kebijakan yang dibuat sering merugikan persyarikatan, amal usaha sebagai sarana dakwah tidak berjalan dengan baik, dan dampak lain yang merugikan persyarikatan.
Pimpinan AUM bukan kader tidak memikirkan nasib kader dan amal usaha lain. Gerakan filantropi yang menjadi ruh Muhammadiyah tidak lagi dilaksanakan.
Eksploitasi pimpinan amal usaha untuk mengambil keuntungan diri sendiri dan kelompoknya menjadi tujuan utama.
Kesejahteraan dan kemakmuran organisasi tidak dipikirkan, bahkan dalam benaknya tersirat pemikiran kemajuan amal usaha tidak ada kaitannya dengan persyarikatan.
Ini telah menyimpang dari pesan Kyai Dahlan “Hidup hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari kehidupan di Muhammadiyah”.
Sikap ego-sektoral dan keangkuhan pimpinan amal usaha selalu menyelimuti pikiran mereka. Jika mengalami kondisi demikian, maka kebingungan dan keresahan pimpinan persyarikatan tidak dapat dipungkiri, desas desus antar pimpinan persyarikatan selalu terjadi dan sulit untuk mengambil solusi terhadap permasalahan yang sedang terjadi.
Terjadinya kesalahan dalam menentukan pimpinan amal usaha juga berdampak pada pembrangusan kader. Sistem dan tata kelola amal usaha dibuat oleh pimpinan amal usaha dan sengaja menyingkirkan kader.
Berbagai cara dilakukan agar kader tidak bisa masuk ke dalam lingkaran penentu kebijakan.
Hal ini bertujuan untuk memuluskan keinginannya, walaupun menyimpang dari ketentuan persyarikatan. Meskipun tidak semua pimpinan amal usaha memiliki sikap demikian, namun ini menjadi agenda penting bagi pimpinan persyarikatan dalam mewujudkan kemakmuran untuk semua.
Kelihaian pimpinan amal usaha Muhamadiyah telah mampu menghipnotis pimpinan persyarikatan. Bahkan tidak jarang pimpinan persyarikatan terperangkap dalam jeratan tersebut, sehingga mendukung semua program pimpinan persyarikatan walau merugikan persyarikatan.
Pepatah jawa mengatakan “Wong Jowo Iku Yen Dipangku Mati”. Ketika pimpinan persyarikatan diopeni, dipuji-puji, dan dipenuhi kesenangannya, maka pimpian persyarikatan tidak memiliki kekuatan untuk bersikap tegas dan keras
Akibat dari itu semua maka kemakmuran untuk semua tidak pernah terjadi dan keadilan jauh panggang daripada api.
Tantangan Muhammadiyah
Layaknya sebuah kehidupan, Muhammadiyah telah berusia 112 tahun. Usia yang cukup panjang untuk ukuran manusia.
Muhammadiyah memiliki kekayaan yang cukup besar dan menarik untuk dijadikan rebutan semua pihak.
Orang-orang yang tidak pernah memahami Muhammadiyah sekalipun tertarik untuk ikut berkompetisi memenangkan perebutan amal usaha Muhammadiyah.
Bahkan banyak yang mengaku berjasa di Muhammadiyah dengan berbagai macam cara dilakukan untuk memengaruhi dan meyakinkan pimpinan persyarikatan demi memuluskan keinginannya. Jika dibiarkan maka akan berdampak negatif terhadap eksistensi Muhammadiyah sebagai organisasi sosial keagamaan.
Tujuan Muhammadiyah seperti dijelaskan dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga mustahil dapat diwujudkan.
Oleh karena itu kewaspadaan pimpinan persyarikatan dalam melihat kenyataan tersebut tidak dapat ditangguhkan dan ditunda secara berlarut-larut.
Milad ke 112 dengan tema kemakmuran untuk semua menjadi cambuk untuk menyemangati pimpinan persyarikatan di semua level. Manajemen kepemimpinan organisasi perlu ditata dan disikapi secara serius, agar Muhammadiyah kembali ke jalan yang lurus sebagaimana ditetapkan dalam AD/ART Muhammadiyah.
Manajemen kepemimpinan Muhammadiyah harus dimulai sekarang dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Pertama, menyatukan niat. Kyai Dahlan berniat untuk mendirikan perkumpulan Muhammadiyah untuk menjadikan kehidupan layak bagi fakir miskin dan anak-anak terlantar.
Kedua, menyamakan tujuan. Perkumpulan Muhammadiyah bertujuan untuk menegakkan amar makruf nahi munkar melalui amal usaha di bidang kehidupan.
Ketiga, menyamakan aksi yang sama. Sinergisitas aksi antara pimpinan persyarikatan dengan pimpinan amal usaha wajib ditegakkan, untuk mencapai tujuan persyarikatan.
Keempat, Melakukan monitor dan evaluasi intensif. Aktivitas yang menyimpang dari niat dan tujuan segera diluruskan dan disikapi dengan tegas.
Kelima, mengubah strategi yang tidak sejalan dengan maksud dan tujuan persyarikatan, agar tujuan Muhammadiyah dapat tercapai dengan baik. Wallahu a’lam bishawwaf. (***)