SEJAK menuliskan novel berjudul “19” penulis berusia 19 tahun tersebut memang kerap membagikan potret karya tulisnya.
Mereka adalah Synta Santi sepasang kembar identik yang berasal dari kecamatan Ngebel.
Dikutip dari postingan Instagram milik Santi, penulis muda tersebut membagikan potret berita yang menuliskan terkait alasan rilis karya terbaru mereka.
Menurut pengakuan dari Synta maupun Santi, dalam novel part 2 dari Asmara di Lab Multimedia tersebut bentuk peran sertanya sebagai pemuda dalam menanggapi isu pernikahan dini.
“Novel ini menceritakan tentang perjuangan seorang gadis yang menghadapi pernikahan dini, rasa trauma, tertekan, deskriminasi, dan kekerasan akibat pelecehan yang dilakukan oleh sahabatnya sendiri. DIRGA! Sosok iblis yang berusaha mengembalikan senyum Dita tapi justru sebaliknya. Akibat pelecahan itu, Dita terpaksa kehilangan masa mudanya dan juga kejiwaannya.” tulis Santi dalam keterangan postingan tersebut.
Synta dan Santi memang diketahui sudah menyukai dunia tulis menulis sejak kelas 5 SD.
Berkat bantuan dan support dari guru selama menempuh pendidikan di SMK PGRI 1 Ponorogo, keduanya semakin yakin untuk mengembangkan bakatnya di dunia kepenulisan.
Dalam beberapa novel yang ditulis keduanya sering mengucapkan rasa terimakasih kepada orang-orang yang mendukungnya selama ini.
“Terimakasih buat Bu Amel, Bu Heni, Pak Bahari, Pak Sis, Bu Risma, Bu Niken, Bu Supri, dan bapak ibu guru lain. Hopefully this will be the best step for Synta and Santi” tulis keduanya dalam kata pengantar salah satu novel karyanya.
Bahkan tidak disangka-sangka penulis muda dengan ciri khas kutipan Jawa pada akhir bab tersebut selalu menulis karya berdasarkan isu dan kejadian di lingkungan sekitar.
Salah satu yang terbaru yaitu novel berjudul “Dita Dirga” atau kelanjutan Asmara di Lab Multimedia sebagai bentuk kepedulian keduanya dalam mengedukasi pernikahan dini. Saat covid 19 keduanya juga sempat menuliskan novel berjudul “Firdaus” dan “19”. (***)