PONOROGO, Media Ponorogo – Fakta-fakta akhirnya terungkap. Kabupaten Ponorogo bukan daerah yang tertinggi angka dispensasi nikah (diska).
Meski viral seantero negeri, ternyata angka diska di Ponorogo menduduki peringkat ke-29 dari 38 kabupaten/kota se Jawa Timur.
Hal itu berdasarkan data Pengadilan Tinggi Agama Surabaya selama Tahun 2022.
Faktanya, menduduki lima besar tertinggi se Jatim adalah Kabupaten Malang 1.392 kasus, disusul Jember 1.364, Kraksaan 1.137, Banyuwangi 874, dan Lumajang 849.
Bahkan, Ponorogo lebih rendah dari Kabupaten Pacitan yang menduduki peringkat ke-18 dengan 305 kasus.
Meskipun tergolong rendah, namun catatan 176 diska selama tahun 2022 tetap membuat Pemkab Ponorogo gelisah.
Untuk mengurai dan menekan sekecil mungkin pernikahan dini, Kang Bupati Sugiri Sancoko memimpin secara langsung rapat koordinasi lintas sektor, Senin (16/1/2023) di Aula Bappeda Litbang Ponorogo.
Ada unsur Pengadilan Agama, Kantor Kemenag Ponorogo, DPRD Ponorogo, Polres Ponorogo, Kodim 0802/Ponorogo, Majelis Ulama Indonesia, NU, Muhammadiyah, dan perangkat daerah terkait.
“Walaupun jumlahnya dibanding dengan Kabupaten tetangga jauh lebih rendah, ini PR kita bersama. Kami lakukan sesuatu, kita tekan agar tidak muncul lagi,” ujar Kang Bupati usai rakor.
Dari rakor ini, kata Kang Bupati, langkah preventif dan kuratif akan dilakukan oleh Pemkab. Langkah preventif, dilakukan dengan memetakan terlebih dahulu by name by address alasan pengajuan diska.
Pemetaan ini akan dijadikan pijakan dalam menentukan langkah terbaik pencegahan.
“Kita deteksi wilayahnya mana yang angkanya tinggi. Nanti kita gerakkan semua unsur. Kemudian kita petakan apa penyebabnya dan kita atur langkah-langkahnya,” ucapnya.
Terkait langkah kuratif, Pemkab Ponorogo akan memberikan perhatian dan pendampingan kepada pasangan. Bagaimana memastikan secara kesehatan fisik dan psikis mampu menjalani kehidupan rumah tangga dengan baik. Juga ketika melahirkan, anak terhindar dari stunting.
Pemkab juga memfasilitasi mereka untuk menuntaskan wajib belajar 12 tahun dengan kejar paket dan semisalnya.
“Yang sudah hamil nikah kita pikirkan anaknya bagaimana tidak stunting. Sekolahnya harus lanjut, maka kejar paket menjadi solusi,” tekannya.
Lebih lanjut, ia menekankan, kasus diska ini tidak semuanya karena perzinaan. Ada fenomena baru, ketika pasangan tersebut belum cukup umur –usai di bawah 19 tahun–, mereka nikab terlebih dahulu secara siri. Kemudian ketika sudah hamil, dijadikan alasan untuk mengajukan diska.
“Jadi tidak semata-mata hamil itu karena perzinaan, ada fenomena baru. Mereka sama-sama seneng, karena umurnya belum capai, dinikahkan siri kemudian dimintakan diska,” tekannya. (ist/mas)