PONOROGO – Tim riset SMAN 3 Ponorogo kembali mengukir prestasi. Mereka berhasil meraih medali perak dalam ajang World Young Inventors Exhibition di Kuala Lumpur Malaysia, 26 sampai 27 Mei 2022.
Hebatnya, tim SMAGA Ponorogo mampu bersaing dalam kompetisi riset tingkat internasional yang diikuti kurang lebih 143 tim riset dari banyak negara. Seperti Arab Saudi, Korea, Malaysia dan termasuk Indonesia.
Tim Riset SMAGA beranggotakan Mauli Dwi Ananda (XI MIPA 2) dan Dhea Nanda Puspita (XI MIPA 7).
Dhea adalah siswa dari keluarga petani pasangan Tohari dan Suliyah warga Desa Jarak, Kecamatan Siman.
Sedangkan Mauli merupakan anak dari Sugeng Widarto dan Harum Pujiyati warga Desa Sekaran, Kecamatan Siman yang menekuni usaha chatering.
Keduanya mengusung penelitian bertema The Effectiveness of TIRACURE (Opuntia cochenillifera Burn Wound Cure) for the Healing of Burn Wound and TIRADIS (Opintia cochenillifera Diabetic Sugar) to Reduce Blood Sugar Level of Diabetic Patients in Optimizing Utilization of Opuntia cochenillifera.
Intinya, dua siswi genius ini mengolah tanaman Kaktus menjadi salep atau Tiracure untuk menyembuhkan luka bakar.
Serta menyulap Kaktus menjadi gula rendah kalori atau Tiradis untuk menurunkan kadar gula darah pada pasien diabetes.
Dhea, salah satu tim riset, menceritakan bahwa penelitian ini didasari oleh ketertarikannya dengan Kaktus yang melimpah.
“Selain mudah didapat, kaktus yang tidak banyak dimanfaatkan ini ternyata bisa dijadikan produk,” ungkapnya.
Apalagi, setelah membaca jurnal dan diteliti langsung, Kaktus memiliki kandungan yang luar biasa. Seperti saponin, mineral, xenin, sinyal aktif, magnesium, fosfor, vitamin, sukrosa dan karbohidrat.
Kaktus yang sudah diolah sedemikian rupa, kata Dhea memiliki keunggulan di banding salep dan gula pada umumnya.
“Yang pasti Kaktus ini natural, jadi tidak ada bahan kimia berbahaya,” sebutnya.
Hebatnya, setelah diujicobakan beberapa kali, terbukti manfaat yang luar biasa.
“Untuk salep misalnya, setelah melalui eksperimen, pada minggu ketiga luka bisa menutup 90 persen lebih,” sebutnya.
Tak kalah hebat ditunjukkan dari gula rendah kalori berbahan kaktus ini. “Terbukti menurunkan kadar gula dari 145 mg perdesiliter menjadi 100 mg perdesiliter,” sebutnya.
Keduanya mengaku butuh kerja ekstra keras untuk menemukan kompisisi yang tepat. Bahkan harus rela lembur untuk melakukan uji coba berulang kali.
Mereka dibimbing oleh guru yang bernama Yuni serta pelatih utama Siti Nurwaqidah, M.Pd dan Oky Trisnawati, S.Pd .
“Alhamdulillah, kami diganjar silver medal,” ungkapnya.
Dhea dan Meuli mengaku sempat tidak percaya bisa berlaga di kancah internasional. Karena merasa hanya anak desa di kota kecil Ponorogo.
“Awalnya tidak menyangka, wah kok bisa ya kami masuk di ajang exhibition yang prestisius ini,” ungkapnya.
Kepala SMAN 3 Ponorogo Dr. Sasmito Pribadi, M.Pd mengapresiasi kinerja dan inovasi anak didiknya yang kembali meraih prestasi di tingkat internasional.
“Alhamdulillah, selamat kepada anak-anakku atas torehan prestisiusnya di level internasional,” ungkapnya.
Medali perak ini, kata Sasmito, menambah deretan prestasi riset di luar negeri. Seperti di Romania, Jepang, Thailand, dan Malaysia yang sudah didapatkan sebelumnya.
Pihaknya menegaskan, kegiatan riset semacam ini bakal terus dilakukan untuk mengupgrade potensi dan kemampuan siswa.
Apalagi di SMAN 3 Ponorogo mempunyai perhatian lebih untuk mengembangkannya. Yakni dengan dilaunchingnya Smaga Research School dan Smaga International Class Program.
“Teruslah berinovasi untuk menghasilkan karya-karya inovatif,” pungkasnya. (mas)