MADIUN – Momentum peringatan hari buruh internasional yang kerap menjadi ajang para buruh memperjuangkan hak-haknya seakan menjadi paradok pada peringatan tahun ini ditengah mewabahnya pandemi dunia covid-19. .Dampak virus Corona atau Covid-19 tak hanya pada kesehatan, tetapi juga perekonomian. Terutama sektor informal dan para buruh.
Belum ada solusi kebijakan yang jelas dari pemerintah terkait hal tersebut. Disatu sisi pemerintah wajib memikirkan nasib para buruh yang terancam kehilangan pekerjaan ditengah bayang-bayang gelombang PHK yang tak terelakkan. Namun disisi lain Pemerintah juga tak bisa begitu saja mengabaikan kondisi perusahaan ditengah badai pandemi.
Divisi Advokasi dan Buruh Migran Serikat Buruh Madiun Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (SBM-KASBI) Aris Budiono menyayangkan opsi dirumahkan yang diambil sepihak oleh sejumlah perusahaan, karena hal itu membuat nasib buruh semakin tak jelas.
“Teman-teman banyak juga yang dirumahkan. Jadi begini, berdasar UU. No 13 Tahun 2003 yang dimaksud dirumahkan itu tidak ada, karena bahasa dirumahkan itu tidak ada di undang-undang. Kalau toh pekerja itu dirumahkan maka pekerja itu wajib mendapatkan gaji 100 persen,” kata Aris, Kamis (30/4/2020).
Pun aturan tersebut menurutnya tidak ada dalam undang-undang Ketenagakerjaan.
“Dan kalau memang mau di PHK silahkan tapi ya sesuai peraturan undang-undang pesangonnya,” sambungnya.
Koordinator Kasbi ini justrui menilai kebijakan merumahkan buruh hanya sebgai upaya lepas tanggung jawab yang dilakukan perusahaan.
“Dirumahkan itu sebenarnya mem-PHK secara halus, jadi nanti tidak ada kejelasan dan tidak ada kepastian hukum bagi pekerja. Dirumahkan itu waktunya tidak jelas sementara kebutuhan sehari-hari harus dipenuhi,” lanjutnya.
Upaya lepas tanggung jawab tersebut menurut aris, diantaranya untuk menghindari kewajiban pembayaran uang pesangon.
“Kalau buruhnya tidak kuat itu nanti akan mengundurkan diri dan tidak dapat apa-apa. Kalau PHK ya sudah pesangoonya diberikan sesuanindang undang yang berlaku. Dirumahkan itu adalah membikin orang tidak betah dan supaya mengundurkan diri dan kalau mengundirkan diri tidak dapat apa-apa,” imbuhnya.
Hingga saat i ni kementerian Ketenagakerjaan mencatat lebih dari 1,5 juta pekerja telah dirumahkan dan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pandemi Corona. Di mana, penyebabnya adalah tidak beroperasinya kegiatan ekonomi di beberapa sektor.
Dari jumlah 1,5 juta itu, 10% pekerja yangdi PHK. Sedangkan 90% nya merupakan para pekreja yang dirumahkan. Artinya hal itu masih menjadi pilihan atau upaya tekahir bagi para pelaku usaha. Meski menjadi pilihan kebijakan merumahkan justru merugikan buruh karena tidak ada kejelasan nasib mereka. (ri/as)