PONOROGO – Warna baru tersaji dalam penutupan grebeg suro tahun 2019, Sabtu malam (31/8/2019).
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, closing ceremony grebeg suro ditandai dengan pagelaran wayang kulit serentak di 21 kecamatan se Ponorogo.
Selain itu, wayang bareng juga digelar di halaman SMPN 1 Ponorogo dengan dalang Ki Yatno Gondo Darsono yang masuk agenda Platform Indonesia Grebeg Suro.
Drs. Sindu Parwoto M.Si ketua PEPADI bersyukur aspirasinya kepada Bupati Ponorogo direspon positif dengan mengambil kebijakan menggelar wayangan bareng.
Dengan wayang bareng ini, menurutnya, kegiatan grebeg suro bakal dinikmati oleh seluruh warga di seluruh pelosok Ponorogo.
“Grebeg Suro itu milik Ponorogo jangan dipusatkan di Kota saja tapi harus bisa menyeluruh,” ungkapnya.
Lewat wayangan bareng ini pula para seniman dalang yang tergabung dalam PEPADI Ponorogo bisa berkreasi unjug gigi. Sebab, pihak kecamatan diwajibkan untuk mengundang dalang lokal.
“Camat sendiri yang milih namun harus dalang asli Ponorogo. Ini penting agar anggaran dari Ponorogo untuk Ponorogo,” tegasnya.
Kedepan, dalang lokal yang tampilpun bakal bergilir. “Pepadi punya anggota 60 dalang aktif. Jadi bisa giliran,” ungkapnya.
Pun, Parwoto menegaskan, dengan digelar 21 tempat pementasan, ada sisi ekonomi yang bisa mendapatkan efeknya. “Pedagang juga ikut menikmati berkahnya,” sebutnya.
Pihaknya berharap, respon pemerintah terhadap pelestarian seni budaya lebih ditingkatkan lagi.
Hal ini pun juga dalam rangka mewujudkan visi misi Pemkab Ponorogo dibawah bupati Ipong Muchlissoni. Yakni lebih maju, berbudaya dan religius.
“Budaya itu macam-macam.Tapi membudayakan berkesenian itu wajib,” tegasnya.
Sehingga Parwoto mewanti wanti jangan sampai orang Indonesia kehilangan seniman sebagai jati diri bangsa. “Jangan sampai tidak kenal wayang. Itu warisan milik bangsa Indonesia,” pungkasnya. (as)