PONOROGO (MP) – DPRD Kabupaten Ponorogo tidak main-main terkait carut marut banyaknya laporan dari masyarakat terkait penerimaan siswa baru sistem Zonasi yang terjadi di sekolah faforit SMPN 1 Ponorogo.
Hari ini Komisi A dan Komisi D DPRD Ponorogo menghadirkan 13 Kepala Kelurahan untuk cros cek terbitnya surat keterangan domisili, Rabu (03/07/2019) di ruang paripurna lantai 3 DPRD Ponorogo, pukul 10.00 wib sampai 16.00 wib.
Pantaun diruang pertemuan, 13 kepala kelurahan menyampaikan kronologi munculnya surat keterangan domisili. Ada 52 orang temuan dan laporan dari dewan untuk diklarifikasi terkait data domisili.
Hearing dipimpin wakil ketua komisi D Ubahil Islam dihadiri, Wakil Ketua DPRD Meseri Efendi, Kepala sekolah SMPN 1 Ponorogo hearing berlangsung alot, saling interupsi.
Ada beberapa kepala Kelurahan yang tidak bisa hadir, diwakilkan sekretaris dan kasi pemerintahan, sehingga keterangan yang dibutuhkan tidak bisa maksimal.
Dari 13 Kepala Kelurahan yang dihadirkan dalam hearing. Seperti yang disampaikan salah satu Kepala Kelurahan Bangunsari Sutaji, temuan dari dewan ada 9 nama siswa yang disinyalir menggunakan keterangan domisili diragukan.
“Tadi sudah kita sampaikan di rapat bersama Komisi A dan Komisi D. Sembilan nama sudah kita cross cek dilapangan dan sudah kita sampaikan di forum,” ujar Sutaji disela-sela istirahat.
Ia juga menjelakan, pihak kelurahan dalam hal ini saat memberikan surat keterangan domisili berdasar pada tiga alat bukti.
Yakni, surat keterangan dari Rt, surat pernyataan dari orang tua/wali bermaterai enam ribu dan bukti foto kopi KK, KTP dan KTP yang ditempati.
“Orang tuanya datang ke kantor kelurahan dengan membawa surat tersebut. Kemudian Kita tanyakan, apa benar panjengan berdomisili di situ? Dia menjawab, iya,” jelasnya.
Dia juga membantah kalau membuat surat keterangan domisili berdasarkan pesanan dari pihak lain.
“Seandainya dari 9 nama ini nanti ada yang harus dicabut, pihaknya siap mencabut. Saya menghormati apa yang akan diputuskan para wakil rakyat yang ada di dewan,” tuturnya.
Selain itu Sutaji juga menyayangkan kurangnya sosialisasi terkait PPDB, baik dari pihak sekolah atau diknas pendidikan Ponorogo.
“Sama sekali tidak pernah ada sosialisasi terkait PPDB. Persoalan ini mencuat dan rame, baru kita diberitahu agar melakukan pengecekan terkait nama nama yang lolos sistem domisili (zonasi),” ucapnya.
Sementara Ubahil Islam selaku pimpinan sidang juga selaku wakil ketua Komisi D bidang Pendidikan dan Kesejahteraan DPRD usai istirahat kepada sejumlah awak media mengatakan, dari hasil hearing dengan 13 kepala kelurahan yang dihadirkan, semua sudah menyampaikan kronologi munculnya surat keterangan domisili.
“Dari 52 nama yang diduga menggunakan surat domisili tidak benar, ada15 nama yang terungkap menyalahi prosedur,” ujarnya.
Secara umum dari 52 orang ini perlu dilakukan kaji ulang, karena surat keterangan yang dikeluarkan Kelurahan dari sisi tanggal sudah menyalahi aturan.
“Semua surat keterangan yang dikeluarkan pihak kelurahan semuanya kurang dari satu tahun. Komisi A dan Komisi D berkeinginan membongkar semua kecurangan ini,” tegasnya.
Politisi asal PKB ini juga menambahkan, sintem zonasi yang ditetapkan pemerintah itu sebenarnya sudah baik. Pemerintah tidak ingin adanya sekolah faforit, agar semua anak bisa mendapatkan pendidikan yang setara, dan sekolah yang ada dipinggiran bisa terisi.
“Sintem zonasi sebenarnya sudah ada di tahun 2017, hanya saja tahun ini sosialisasi kurang. Sehingga masih ada sekolah faforit,” tambahnya.
Seperti kasus yang terjadi di sekolah SMPN 1 Ponorogo, pemerintah sebenarnya sudah menerapkan sintem zonasi 5 km.
“Setelah zonasi 5 km diterapkan, ternyata masih di jangka 1,75 km, ini sudah terpenuhi. Sehingga selebihnya dari itu, mereka akhirnya meminta surat domisili,” katanya.
Lebih lanjut Ubahil juga mengungkapkan, dari hasil hearing pihaknya akan tetap mempertimbangkan. Pihaknya tidak ingin pasca hearing ada gejolak dikemudian hari. Karena PPDB saat ini sudah ditutup, dan siswa sudah mulai daftar ulang.
“Hasil hearing akan kita bicarakan lagi dengan pihak terkait. Kita memiliki dewan pendidikan, Komisi D, Komisi A, dinas pendidikan, sekolah yang bersangkutan untuk duduk kembali mendapatkan solusi. Pihaknya, tidak ingin yang kena catatan ini terkena diskualifikasi,” ungkapnya.
Hal senada dikatakan koordinator Pengawas SLTP Dinas Pendidikan Kabupaten Ponorogo, Kristian Nur Seto mengakui bahwasannya bisa mencurigai atau bersuudzon soal 7 siswa yang menggunakan surat keterangan domisili bertentangan dengan Perbup.
“Apapun hasilnya nanti rekomendasi yang dikeluarkan oleh dewan tidak mengorbankan siswa. Karena akan mempengaruhi phycologis mereka,” pungkasnya. (mny).