SAMBIT, Media Ponorogo – Inovasi pertanian berbasis teknologi kini hadir di Desa Sambit, Kabupaten Ponorogo.
Melalui program pengabdian masyarakat yang didanai Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi tahun pendanaan 2025, para petani yang tergabung dalam Gapoktan Subur Jaya mendapatkan pendampingan penerapan Wireless Sensor Network (WSN) untuk memantau kelembaban tanah secara real time.
Program bertajuk “Peningkatan Produktivitas Sawah melalui Edukasi dan Implementasi Sistem Monitoring Kelembaban Tanah Berbasis Wireless Sensor Network (WSN)” ini dilaksanakan oleh tim dosen dari dua perguruan tinggi, yakni dua orang dosen teknik dari Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) dan seorang dosen manajemen dari Politeknik Negeri Madiun (PNM).
Kolaborasi lintas bidang ini menjadi kekuatan utama, karena bukan hanya teknologi yang diperkenalkan, tetapi juga strategi pengelolaan produksi dan pemasaran hasil panen.
Dengan alat sensor kelembaban tanah, petani dapat mengetahui kondisi lahan secara akurat. Hal ini memudahkan mereka dalam menentukan kapan dan seberapa banyak air yang dibutuhkan, sehingga penggunaan irigasi lebih efisien, tanaman terjaga, dan hasil panen meningkat.
“Selama ini banyak petani masih mengandalkan perkiraan dalam mengairi sawah. Melalui teknologi WSN, mereka bisa mengambil keputusan berdasarkan data yang lebih akurat. Kami berharap efisiensi air dapat terjaga dan hasil panen semakin baik,” ungkap Karimatun Nisa’, dosen teknik dari PENS.
Selain aspek produksi, tim pengabdian juga memberikan pendampingan dari sisi ekonomi. Hasil panen Gapoktan Subur Jaya diarahkan untuk memiliki branding yang lebih kuat, sekaligus membuka peluang pemasaran yang lebih luas di tingkat lokal maupun regional.
“Produk petani harus bisa bersaing di pasar. Karena itu, kami dampingi juga bagaimana cara mengelola hasil panen agar memiliki nilai jual lebih tinggi. Harapannya, kesejahteraan petani meningkat bukan hanya dari sisi produktivitas, tapi juga dari sisi pemasaran,” jelas Niza Nurmalasari, dosen manajemen dari PNM.
Ketua Gapoktan Subur Jaya, Pak Slamet, menyambut positif program ini. “Selama ini kami sering kesulitan mengatur irigasi, apalagi saat cuaca tidak menentu.
Dengan adanya sistem sensor ini, kami lebih mudah menjaga sawah dan berharap hasil panen meningkat.
Biasanya dalam sekali siklus panen kami melakukan irigasi 10 kali untuk tanaman padi.
Namun dengan adanya alat ini petani hanya melakukan pemantauan saja ke sawah selama 8 kali sehingga lebih efisien.
Kami juga terbantu dengan pendampingan pemasaran agar hasil panen bisa terjual lebih baik dan menarik pasar,” ujarnya.
Kehadiran program ini menjadi bukti nyata sinergi antara dunia akademik dan masyarakat.
Inovasi pertanian digital berbasis WSN di Desa Sambit diharapkan menjadi contoh penerapan teknologi tepat guna di sektor pertanian, sekaligus membuka jalan menuju kesejahteraan petani yang lebih berkelanjutan. (***)