PONOROGO – Digelarnya lomba tari obyog dengan mendatangkan tiga dewan juri yang kompeten di bidangnya oleh Sanggar Kartika Puri baru-baru ini bukan tanpa alasan.
Sudirman pemilik Sanggar Kartika Puri mengaku, pihaknya tergerak menggelar lomba tari ini untuk memberikan wawasan yang luas pada generasi pecinta reyog lewat pendekatan persuasif.
Menurut Sudirman, penari harus paham dan jelas tentang tokoh siapa yang dimainkan dan bagaimana karakternya ketika di pertunjukan.
“Jangan sampai salah tafsir dan bisanya hanya bergerak menari tanpa mengetahui maknanya. Sehingga ibarat orang memanah hanya meluncurkan anak panahnya tapi tidak tau tujuannya dia akan manah apa ? Jangan sampai begitu,” ungkapnya.
Sudirman mencontohkan, meskipun jathilan Obyog tetapi dalam penampilan di arena saat pentas setidaknya memakai Eblek Kuda Kepang jangan ditinggalkan.
“Sedangkan Bujangganong, jangan minta diedreki oleh jathilan. Di sinilah penekanan saya, agar adik-adik penari tidak keliru pahamannya,” ujarnya.
Sebab, kata Dirman, selama ini mereka hanya bisa menari tapi tidak mampu menjelaskan tarian yang ditarikan itu tentang apa.
“Definisi tari jathilan itu apa? Tokoh Bujangganong itu apa ? Seperti apa peran Bujangganong dengan Jathilan itu? Ini perlu dijelaskan dan dipahamkan pada mereka,” jelasnya.
Sudirman menegaskan, jika mereka kurang pas dan kurang bagus dalam pertunjukan bermain Reyog di masyarakat jangan cuma menyalahkan.
Karena seniman yang tua dan senior tidak pernah memberikan pemahaman yang benar atau pas tentang peran dan tugas dari masing-masing tokoh penari dalam pertunjukan Reyog.
“Jangan sampai yang membuat nama reyog Ponorogo dalam pertunjukannya dinilai porno dan erotis itu kita sendiri para seniman sendiri yang menyebabkannya,” paparnya.
Oleh karena itu, perlu kerjasama dari berbagai pemerhati dan peduli reyog untuk memberikan pembinaan pada para pelaku seniman Reyog agar tidak terlalu jauh perkembanganya.
Sehingga menghilangkan atau meninggalkan hal yang terlalu mendasar dalam berkesenian Reyog.
Pendekatan persuasif, kata Dirman, perlu sekali diberikan kepada mereka. “Mereka jangan dicibir atau diabaikan,” sebutnya.
Menurutnya, mereka harus diberikan pencerahan akan makna dari masing-masing tokoh penari dalam pertunjukan Reyog ini.
“Disini ada Yayasan Reyog. Apa tugas dan tanggung jawabnya? Nah kan ada beberapa seksi dalam kepengurusannya. Ini perlu bergerak jangan stagnan. Jangan hanya bergerak jika akan grebeg suro saja misalnya begitu,” sebutnya.
“Nah disini juga ada Dinas Pariwisata. Bagaimana intensif untuk komunikasi dengan para seniman reyog dalam memberikan pencerahan dan pembinaan tersebut,” sebutnya.
“Dan ini tidak bisa sekali, harus rutin dan berkesinambungan pembinaanya. Jika memang itu urgen untuk dilakukan bagaimana berkesenian dan bermain reyog yang estetis dan etis,” pungkasnya. (as)