PONOROGO – Puncak peringatan Hari Santri Nasional 22 Oktober 2019, PCNU Ponorogo menggelar kegiatan yang unik yakni liwetan akbar bersama 10 ribu santri.
Bersamaan itu juga digelar Ijazah Kitab Tibyan dan Istiqhotsahnya Karangan KH. Hasyim Asy’ari oleh KH. Fahmi Amrullah Hadzik (Cucu Hadratu al- Syaikh KH. Hasyim Asy’ari).
Ratusan warga NU Kota Reyog antusias mengikuti liwetan akbar tersebut. Mereka tumplek blek memenuhi jalan depan Masjid NU Cabang Ponorogo Jalan Sultan Agung Ponorogo.
Tampak hadir KH. Moh. Sholihan selaku Rais Syuriah PCNU, dan Drs. H. Fatchul Azis, MA Ketua Tanfidziyah PCNU.
Liwetan akbar ini dihadiri pula pengurus Harian Lembaga dan Badan Khusus PCNU, pengurus harian Pimpinan Cabang BANOM PCNU, MWC NU dam PAC Banom NU Se- Kabupaten Ponorogo.
KH. Moh. Sholihan Rais Syuriah NU Ponorogo mengatakan liwetan santri ini merupakan salah satu bentuk syukur kepada Allah dan terima kasih kepada pemerintah.
“Syukur alhamdulillah atas hadiah hari santri nasional dan disahkannya UU pesantren. Setelah sekian lama merdeka, baru terwujud sekarang,” ungkapnya.
KH. Sholihan menegaskan, NKRI bisa tetap utuh salah satu penyangganya adalah NU. Sedangkan NU bisa jejeg atau tegak berdiri karena adanya pesantren.
“Pesantren bisa disebut pesantren karena ada santrinya. Kalau cuma bangunan tok bukan pesantren. Jadi bisa disimpulkan NKRI terap tegak dan jaya karena santri,” ujarnya.
Menurutnya, tantangan negara kedepan lebih berat. Utamanya menghadapi radikalisme. “Tidak bisa dibayangkan umpama NU ikut glempang atau tumbang. Iso bar NKRI. Karena tidak ada di belakang pemerintah selain NU. “Mati-matian yo NU. Mugi-mugi NU Kuat,” ujarnya.
Adapun ijazahan kitab ini, kata KH.Sholihan selaras dengan jargon PCNU Ponorogo yakni RKT atau Rukun, Kompak dan Transparan.
Karena di mukadimah kitab itu ada larangan memutus silaturahmi atau persaudaraan. “Jadi intinya RKT. Rukun, Kompak dan Transparan. Untuk menguatkan itu juga harus sering RKT. Rokok, Kopi dan hidangane Tahu Tempe,” pungkasnya. (as)