PONOROGO, Media Ponorogo – Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI (Kantor Imigrasi) Ponorogo lakukan deportasi terhadap 2 (dua) orang asing berinisial MSP (Lk) dan SNBP (Pr) melalui Bandara Internasional Soekarno – Hatta, Kamis (02/10/2025).
Langkah tegas ini diambil dalam rangka memastikan orang asing yang berada di Indonesia, khususnya di wilayah kerja Kantor Imigrasi Ponorogo mematuhi peraturan yang berlaku.
MSP dan SNBP adalah kakak beradik yang lahir di Malaysia dari pasangan WNI. Singkat
cerita, kedua orang tua mereka bekerja di Malaysia dan ketika orang tuanya pulang ke
Indonesia sekitar tahun 2011, MSP dan SNBP pun mengikuti kedua orang tuanya ke Indonesia dengan menggunakan Paspor Malaysia milik mereka.
Saat itu MSP berumur 7 (tujuh) tahun sedangkan SNBP baru berumur 6 (enam) tahun.
Sejak tiba di Indonesia 14 tahun silam, MSP dan SNBP tinggal bersama dengan ibunya di wilayah Kecamatan Slahung, Kabupaten Ponorogo dan menjalani kehidupan layaknya anak- anak WNI lainnya tanpa menyadari identitas asli mereka sebagai warga negara asing.
Identitasnya sebagai warga negara asing baru diketahui MSP saat datang ke Kantor Imigrasi Ponorogo pada tanggal 22 Juli 2025.
MSP menanyakan bagaimana caranya agar ia dapat pergi ke Malaysia untuk bekerja.
Ia juga menyampaikan kepada petugas pelayanan bahwa dirinya pernah memiliki Paspor Malaysia.
Berawal dari informasi tersebut, petugas Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (Inteldakim) pun segera melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Petugas yang melakukan pemeriksaan memberitahu MSP bahwa ia merupakan warga negara Malaysia yang dibuktikan dengan Paspor Malaysia miliknya.
Selama ini MSP tidak mengetahui bahwa dirinya adalah warga negara malaysia karena kedua orang tuanya merupakan WNI, ia hanya mengetahui jika pernah memiliki Paspor Malaysia saat ia masih kecil.
Kemudian diperoleh informasi lebih lanjut bahwa adik perempuannya yang berinisial
SNBP juga memiliki Paspor Malaysia.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, diketahui bahwa MSP dan SNBP telah berada di Indonesia tanpa memiliki izin tinggal yang sah dan masih berlaku sehingga keduanya patut diduga telah melanggar ketentuan Pasal 78 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yaitu “Orang Asing pemegang Izin Tinggal yang telah berakhir masa berlakunya dan masih berada dalam Wilayah Indonesia lebih dari 60 (enam puluh) hari dari batas waktu Izin Tinggal”, sehingga terhadap kedua orang asing tersebut dapat dikenakan Tindakan Administratif Keimigrasian (TAK) berupa pendeportasian dan penangkalan.
“Kami tidak akan mentolerir pelanggaran keimigrasian dalam bentuk apa pun dan kami akan terus meningkatkan pengawasan untuk memastikan orang asing yang berada di Indonesia menaati peraturan yang berlaku serta dapat memberikan kontribusi positif terhadap Indonesia,” ujar Plt. Kepala Kantor Imigrasi Ponorogo, Anggoro Widy Utomo.
Aggoro Widy Utomo juga menegaskan bahwa sejak dikukuhkan oleh Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan pada 4 November 2024, Petugas Imigrasi Pembina Desa (PIMPASA)
diharapkan dapat menjadi ujung tombak dalam memberikan informasi masyarakat khususnya tentang keimigrasian, karena terbatasnya akses informasi bagi masyarakat pedesaan dapat menyebabkan terjadinya pelanggaran tanpa mereka sadari.
Sinergi dan kolaborasi antara PIMPASA dan perangkat desa dalam memberikan edukasi dapat menjadi harapan bagi masyarakat untuk meningkatkan literasi. (mny).