TRADISI suroan baru saja berlalu dan kesan utama bagi masyarakat Ponorogo adalah tradisi melekan dan menyaksikan Festival Reyog Ponorogo.
Sampai saat ini masih jadi perdebatan akademik tentang asal mula sebutan kata warok itu sendiri dari kata apa dan bahasa apa.
Menurut penulis kata warok dari kata “warak” sebutan untuk binatang “badak” menurut bahasa Jawa kuno.
Binatang badak itu dulu endemik pulau Jawa, sama seperti binatang Gajah dan Macan Loreng yang sekarang sama2 sudah punah dari sekitar Ponorogo.
Jadi sebetulnya Warak adalah binatang pendiam, perkasa yang tidak takut pada siapapun, meskipun Warak itu binatang herbivora bertanduk tunggal.
Adapun Macan adalah simbul identitas masyarakat Ponorogo. Direfleksikan dalam kulit barongan pada dhadhak merak.
Namun sejak zaman pak Markum Singodimedjo simbul identitas kita telah berubah dari Macan menjadi Singa.
Patung tujuh binatang yang di blok M sesungguhnya adalah patung singa perempuan yang sebetulnya adalah endemik Afrika.
Mungkin kecelakaan sejarah ini akan langgeng, mengingat masyarakat Ponorogo kurang paham pengetahuan dunia fauna.
Simbul identitas masyarakat Ponorogo telah berubah menjadi simbol Arema.
Kebetulan penggagas patung singa adalah Bupati Markum Singodimedjo yang berasal dari Sumberpucung Malang dan artist pembuatnya juga pembuat patung simbul Arema dari malang.
Patung singa singa kembar di depan Pendopo Kabupaten Ponorogo mirip patung Arema di depan stasiun KA Malang.
Akankah kita mengikuti selera orang malang. Masyarakat Ponorogo juga tidak tahu makna singa di empat penjuru sudut aloon-aloon Ponorogo.
Hegemoni Markum Singodimedjo atas masyarakat Ponorogo. (*)
Oleh :
Dr. Jusuf Harsono, MSi. Dosen Ilmu Pemerintahan Unmuh Ponorogo