Home Headline Ciptakan Watiter, Pelajar SMAN 3 Ponorogo Ubah Air Hujan, Kabut, & Air...

Ciptakan Watiter, Pelajar SMAN 3 Ponorogo Ubah Air Hujan, Kabut, & Air Udara Jadi Air Minum

0

PONOROGO – Smaga Research School yang dilaunching SMAN 3 Ponorogo terus berbuah prestasi.

Karya ilmiah hasil riset pelajar SMA Negeri yang dipimpin Sasmito Pribadi, M.Pd itu pun sudah kerap tembus dunia internasional.

Hebatnya lagi, karya pelajar Smaga itu tidak hanya panen medali saja.

Namun inovasi yang dihasilkan sangat aplikatif. Artinya, dapat diaplikasikan dan sangat bermanfaat bagi kehidupan.

Seperti karya tiga siswa SMAN 3 Ponorogo dalam ajang Industrial Intelegence (Intel) 2021 yang diselenggaraķan Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.

Selain berhasil juara 1 nasional, temuan alat yang diusung tim SMAN 3 Ponorogo ini mempunyai manfaat besar bagi kehidupan manusia.

Yakni lewat temuan alat yang bernama Watiter (Water Harvesting Filter) sebagai alternatif sumber daya air terbarukan dengan metode filtrasi, elektrolisis, kondensasi yang berbasis thermoelectric cooler.

Alat yang aplikatif ini merupakan hasil kerja keras dan pemikiran tiga siswa jenius SMAN 3 Ponorogo.

Mereka adalah Berliand Diarrastya (Kelas XII MIPA 5), Fitri Nur Islamiati (XII MIPA 1) dan Adam Havenia Pratama (XII MIPA 1).

“Watiter merupakan alat pengubah air hujan, air kabut, dan air dari udara menjadi air minum yang layak konsumsi,” ungkap Adam Havenia Pratama dan kedua temannya, Kamis (25/11/2021) lalu.

Berliand Diarrastya menjabarkan latar belakang dibuatnya Watiter tersebut. Yakni karena melihat kebutuhan air yang meningkat hingga 12 persen dibandingkan dengan masa sebelum pandemi covid-19.

Padahal Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki curah hujan antara 2000-3000 mm/tahun.

Namun sayangnya air hujan belum bisa dikonsumsi secara langsung. Karena mengandung ph asam yaitu sekitar 5-5,5 dan juga mengandung bakteri serta logam berat yang berbahaya bagi tubuh
Manusia.

“Dari permasalahan tersebut kami berinovasi untuk membuat sebuah alat yang bisa mengubah air hujan menjadi air minum layak konsumsi yang bernama WATITER,” ungkapnya.

Bahkan, ketiganya mengoptimalkan penggunaannya tidak sebatas air hujan. “Kami menambahkan komponen yang bisa mengubah air kabut dan air dari udara menjadi air minum,” ungkapnya.

Dengan begitu, kata Fitri Nur, Watiter dapat memenuhi kebutuhan air minum pada saat musim kemarau dan musim penghujan.

Adapun komposisi yang digunakan dalam pembuatan WATITER ini diantaranya, corong sebagai wadah pemanen air hujan, jaring-jaring paranet sebagai penangkap kabut, kemudian thermoelektrik cooler sebagai alat kondensator.

Termasuk alat elektrolisia sebagai alat untuk mengolah dan mematikan kuman atau bakteri serta menurunkan kandungan logam terlarut yang ada dalam air.

Banyak kelebihan dari watiter yang hanya membutuhkan biaya Rp 700an ribu itu. Pertama, dapat digunakan dalam jangka waktu yang panjang.

Kedua, watiter bisa digunakan pada 2 musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. “Ketiga, air yang dihasilkan dari watiter berkualitas baik dan dapat dikonsumsi,” sebutnya.

Bukan perkara mudah bagi ketiganya untuk bisa membuat alat yang rumit ini. “Kesulitan yang kami alami dalam pembuatan WATITER ini yaitu pembelian komponen elektronik seperti panel surya, thermoelektrik cooler yang harus beli online dan perakitan yang cukup rumit,” sebutnya.

Meski begitu, ketiganya tetap bersemangat karena sekolah sangat mendukung dan memfasilitasinya.

Terutama guru pembimbing dan pembina KIR yang sudah membimbing dari tahap abstrak sampai ke final stage. “Kami dibimbing Bu Okky Trisnawati selaku pembina,” ungkapnya.

Begitu diumumkan sebagai juara 1 nasional, dengan nada merendah ketiganya mengaku sempat kaget alias tidak percaya.

Sebab, selain persaingannya sangat ketat, prototype team lawan juga bagus. Apalagi harus bersaing dengan peserta dari berbagai kota besar.

“Tidak sangka kami juara 1 nasional. Tentu sangat senang dan bersyukur kepada tuhan yang maha esa, karena sertifikat tersebut bisa kami gunakan untuk SNMPTN,” pungkasnya. (mas)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here