
PONOROGO – Menindak lanjuti hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) anggota DPRD Ponorogo melakukan langkah-langkah untuk menertibkan aset milik Pemkab Ponorogo.
Seperti segitiga emas, beberapa titik dijalan baru (aset tanah), eks bengkok di 26 Kelurahan dan selain itu masih banyak lagi, sebagi aset Pemkab Ponorogo yang belum tercatat di neraca Pemerintah Daerah.
Untuk itu dibentuklah Panitia Khusus (Pansus) saat ini sudah bekerja mengundang kawan- kawan eksekutif, kita mintai data terkait dengan aset milik Pemkab Ponorogo.
Pansus ini akan bekerja sampai 31 Desember 2021, itupun kalau belum selesai bisa diperpanjang, sesuai dengan tatib paling lama 6 bulan.
Hal itu diungkapkan Ketua Pansus Meseri Efendi saat dihubungi mediaponorogo.com, Jum’at (8/10/2021).
Meseri menambahkan, data yang kita minta mulai dari kepemilikan sertipikat, sampai sekarang ada yang dipihak 3 kan dalam bentuk perjanjian.
“Kemarin kita melakukan rapat lagi, khusus terkait dengan eks. terminal ngepos atau yang kita sebut Segitiga Emas Ngepos,” ungkapnya.
Politisi asal Partai Demokrat ini juga mengatakan, setelah dijelaskan oleh pihak Eksekutif yakni mulai tahun 1991 diera Bupati Pak Gatot, tahun 2002 diera Pak Markoem, tahun 2012 di era Bupati Amin.
“Juga kita tanyakan terkait dengan alas hak dari pihak-pihak yang sekarang menempati di sana ini seperti apa,” ucapnya.
Dikatakan, dari pertemuan ini ada 2 pendapat yang perlu dibedah bersama-sama, seperti pendapat eksekutif terkait dengan Segitiga Emas mendasar kepada Undang Undang Pokok Agraria.
Sementara dari kawan-kawan DPRD Ponorogo pansus mendasar pada Peraturan Pemerintah (PP) no 6 tahun 2006 terkait dengan Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Meseri menyebut, mengapa eksekutif berpegang pada UU Pokok Agraria? Karena hak yang melekat di eks terminal ngepos itu adalah hak pengelolaan.
“Sedang bangunannya adalah hak guna bangunan,” jelasnya.
Sedang dari pansus mendasar pada PP, karena bagi kami ada azas hukum yang disebut dengan lekgeneralis, artinya UU Pokok Agraria ini sifatnya mengatur secara umum, sementara terkait dengan aset milik daerah diatur dalam PP tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.
“Dari dua pendapat ini akan kita urai, kalau memang mendasar pada UU Pokok Agaria oleh ketentuan dibenarkan, berarti apa-apa yang sedang berjalan di eks terminal sudah tidak ada persoalan. Tetapi kalau ternyata itu mendasar pada lekspesialis yakni PP no 6 tahun 2006, maka alas hak yang digunakan oleh mereka yang menempati harus jelas dan tegas dituangkan dalam bentuk perjanjian, apakah itu karena disewa, dipinjam pakai, kemanfaatan atau karena hak guna serah,” terang Meseri.
Meseri yang juga menjabat Wakil Pimpinan di DPRD Ponorogo juga menjelaskan, setelah pansus melakukan pengecekan, dalam perjanjian antara Pemerintah Ponorogo dengan pihak ke 3, mereka yang menempati memberikan kontribusi selama 20 tahun.
“Diperjanjian itu paling tinggi selama 20 tahun RP 45 juta selama 20 tahun, dan ada yang Rp. 35 juta selama 20 tahun,” ucapnya.
Ditambahkan, kalau dihitung dalam laporan dari Pemkab Ponorogo selama 20 tahun ada pendapatan sebesar Rp. 1,7 milyar lebih.
“Jadi ngepos ini dalam waktu 20 tahun dengan perjanjian terakhir ditahun 2012, memberikan kontribusi di PAD sebesar Rp. 1,7 milyar. Perjanjian ini akan berakhir di tahun 2032,” tukasnya. (adv/mny).