PONOROGO – Robi Y Adcha salah satu relawan pemakaman covid-19 BPBD Ponorogo memaparkan suka duka ketika menjadi garda terdepan dalam penguburan jenazah covid-19 di Kota Reyog.
Robi yang asli Kecamatan Mlarak ini mengaku tergugah menjadi petugas pemakaman karena berangkat dan berawal dari rasa kemanusiaan.
“Kami beserta rekan-rekan relawan lainnya bisa turut berperan dalam penanganan covid 19 di wilayah Kabupaten Ponorogo dalam hal ini difokuskan pada bagian pemakaman pasien C-19,” ungkap Robi usai mengikuti upacara bendera peringatan HUT Kemerdekaan RI, Selasa (17/8/2021).
Robi mengaku pada awalnya sempat ragu dan takut ketika harus menjadi petugas pemakaman. Dikarenakan masih awam dan belum ada pelatihan.
“Namun itu semua luntur tatkala salah satu keluarga di masyarakat meninggal dunia terkonfirmasi Positif C19. Tapi warga takut untuk memakamkan jenazah, dari situlah kami tergerak untuk bisa membatu masyarakat tersebut,” ceritanya.
Tugas berat memang harus dipikul para relawan. Apalagi di tengah meningkatnya kasus kematian di Ponorogo.
Selama hampir 24 jam, petugas harus stanby dan siap menerima panggilan. Hal itu, tentu mengakibatkan fisik dan mental lelah dan capek.
Menurutnya, itu adalah hal yang sudah menjadi resiko bagi relawan. Belum lagi ditambah ketika harus menerima hujatan makian dari masyarakat yang masih awam akan bahayanya C19.
“Tapi kami tetap tangguh karena semangat kami adalah semangat kemanusiaan dan pondasi yang memperkokoh kami adalah Ridho dari Allah SWT. Serta doa dari keluarga di rumah yang menanti kami pulang,” ujarnya.
Di sisi lain, dengan menjadi petugas pemakaman C19, Robi mengaku mendapatkan wawasan baru. Utamanya sejarah dan nama makam di wilayah Kabupaten Ponorogo.
“Sampai-sampai rekan kami menyebutnya dengan istilah Santri Kidjing. Saking seringnya kami berkunjung melakukan pemakaman secara prokes,” sebutnya.
Tidak sedikit dari rekan-rekannya yang harus pula menangguhkan rasa rindunya terhadap keluarga dan anak istri. “Hal itu hanya karena untuk menjaga agar mereka selalu aman selalu sehat,” sebutnya.
Ia berharap, semoga wabah ini segera cepat berakhir dan bisa kembali menjalani kehidupan normal sebagaimana mestinya.
“Dari musibah ini mari sama-sama kita ambil hikmahnya bahwa hidup di dunia bukan segalanya. Harta, pangkat, jabatan dan kesombongan bukan menjadi jaminan karena ketika kita mati tanah ukuran 210 X 60 lah yang menjadi rumah kita kelak,” pungkasnya. (mas)