Ini bisa menjadi sebuah Mitos Politik di Ponorogo, siapapun yang jadi incumbent dalam pilkada ponorogo akan sulit memenangkan persaingan politiknya.
Nampaknya masyarakat Ponorogo yang dianggap mempunyai kebudayaan Panaragan mempunyai pemikiran politik yg berbeda dibandingkan dengan daerah-daerah sekitar yang cenderung Mataraman.
Masyarakat Ponorogo yang mempunyai seni Reyog dengan tabuhannya yang dinamis dimana instrumen kendhang dan slompret menjadikan seni reyog ini menjadi seni dengan gerak tari yang dinamis berpengaruh pada sikap dan perilaku politik masyarakatnya.
Perhelatan politik daerah yang dilaksanakan lima tahunan akan menjadi senam napas yg dalam bagi mereka yang bertanding.
Para Paslon bisa jadi merasa tidak hanya berhadapan dengan Paslon lainnya tetapi juga dengan mitos politik yang kuat tersebut, meskipun para pasangan yang rasional bisa saja mengabaikan mitos tersebut.
Para bupati yang akan maju lagi harus bisa membuat kebijakan publik atau perilaku yang terukur agar bisa menghindari berlakunya mitos tersebut.
Bupati tidak seharusnya membuat kebijakan yang menjadi blunder dan meremehkan komunitas tertentu untuk langkah kedepan.
Tantangan seorang bupati Ponorogo yang ingin maju lagi adalah masyarakat Ponorogo yang dinamis dan selalu mendambakan perubahan.
Pak Markum adalah sebuah perkecualian karena pak Markum dipilih oleh anggota DPRD.
Pak Markum pun belum tentu bisa memenangkan Pilkada bila dipilih oleh rakyat secara langsung karena pak Markum juga telah membuat kebijakan yang menjadi blunder dengan mengganti identitas masyarakat Ponorogo dalam binatang harimau Jawa yg berkarakter loreng menjadi binatang Singa Afrika. (oleh Yusuf Harsono)