Meskipun inovasi dan penelitian yang sudah dilakukan mengindikasikan adanya manfaat dari tari Jathil bagi ibu hamil, namun tari Jathilan untuk ibu hamil temuan Sriningsih ini belum begitu populer.
Padahal, terobosan ini tergolong unik dan menarik untuk mengangkat nama Ponorogo melalui seni budaya berkolaborasi dengan dunia kesehatan.
Betapa tidak, bidan Sriningsih mampu mendayagunakan kearifan lokal Reyog Ponorogo untuk memberikan sumbangsih bagi dunia kesehatan, khususnya terhadap kelancaran persalinan ibu hamil.
Sriningsih sebenarnya punya rencana memasyarakatkan tari Jathil dengan menggelar kegiatan tari Jathil untuk ibu hamil secara massal.
Namun, rencana ini belum ada dukungan dari berbagai elemen masyarakat, terutama pemerintah daerah. Sebab, untuk menghelatnya juga membutuhkan koordinasi dan melibatkan banyak pihak. Dia berharap, pemerintah kabupaten Ponorogo bisa mengembangkannya.
“Selama ini masih senam hamil dinas, semoga tari Jathil ibu hamil ini bisa disisipkan dan diterapkan di seluruh Ponorogo,” harapnya.
Sementara ini baru Prodi D3 Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhamamdiyah Ponorogo yang punya inisiatif memotivasi secara akademik. Yakni dengan menggelar seminar internasional bertajuk Jathil Dance for Pregnant Mother” pada tanggal 2 September 2019.
Sementara itu, Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan Ponorogo Lis Suwarni, mengaku, Dinas Kesehatan Ponorogo belum mengetahui adanya inovasi Tari Jathil untuk Ibu Hamil tersebut. Dinkes juga belum mendapat laporan dari Puskesmas Balong. “Belum dapat laporan,” ungkapnya.
Pihaknya masih akan melihat dahulu sebelum mengembangkan senam tari Jathil tersebut. “Kami lihat hasilnya dulu karena untuk standar senam hamil sudah ada dari Kemenkes. Kalau inovasi bisa saja,” lanjutnya.
Namun ia mengakui senam hamil itu penting dan satu paket dengan kelas ibu hamil di PKM (Pusat Kesehatan Masyarakat). “Senam hamil jika dilakukan secara benar dan teratur akan sangat membantu pada saat persalinan,” tuturnya.
Sementara itu, Sudirman seniman kawakan Reyog Ponorogo mengapresiasi apa yang dilakukan Sriningsih dengan mengembangkan Tari Jathil untuk Ibu Hamil. “Siapapun terbuka untuk mengembangkan dan mempopulerkan seni tradisional Reyog Ponorogo,” ungkap Ketua Sanggar Tari Kartika Puri ini.
Guru Seni SMPN 1 Jetis ini berharap inovasi Sriningsih ini bisa dikembangkan apabila benar bahwa tari Jathil ibu hamil ini dapat membantu proses kelahiran dengan lancar, cepat dan mudah. “Namun pada prinsipnya semua harus dicek keabsahannya melalu riset. Jika besar pengaruhnya terhadap proses kelahiran maka hal ini perlu kita support,” imbuhnya.
Sudirman yang juga piawai menarikan tari Jathil tempo dulu ini punya pengalaman yang serupa. Salah seorang dosennya saat kuliah di Unesa Surabaya, ibu Hermin Lilik E.S tetap memberikan mata kuliah Tari Gaya Jawa Timur meskipun sedang hamil saat itu.
Dosennya ini tetap menari dengan sama sekali tidak mengurangi porsi dan volume gerak tarinya. “Alhasil saat persalinan beliau tidak begitu merasakan sakit dibandingkan melahirkan putranya yang terdahulu,” sebutnya.
“Nah apakah yang dirasakan dosen saya ini karena rajin menari; yang pasti dia merasakan sangat terbantu saat melahirkan putranya. Lancar, mudah, cepat dan sangat mengurangi rasa sakit,” kisahnya.
Sudirman meminta pihak terkait untuk jemput bola dengan adanya inovasi bidan Sriningsih tersebut.
Dia berharap Dinas Kesehatan Ponorogo bisa mengkampanyekan tari Jathil untuk ibu hamil ini. Sehingga akan muncul ibu sehat, anak janin sehat dan mengurangi resiko ibu melahirkan.
“Kampanye ini penting agar ibu sudah siap dalam kelahiran karena sudah terbiasa dengan gerak senam atau olah gerak tari Jathil,” tegasnya.
Di sisi lain, lanjut Sudirman, ternyata seni budaya tari ikut andil dalam gerakan kesehatan selain untuk pelestarian seni tradisional daerah.
“Ini yang perlu di respon oleh dinas yang terkait apakah itu dunia pendidikan dengan memberikan bekal kamampuan senam tari Jathil untuk ibu hamil pada calon-calon bidan atau siswa tenaga medis yang lain,” jelasnya.
Sudirman optimis, jika tari Jathil ibu hamil ini ditangkap serius Pemkab Ponorogo bisa menjadikan ikon baru bagi Kota Reyog. Apalagi, dibandingkan dengan kabupaten lain, Ponorogo sangat beruntung dan diuntungkan.
Karena seni budaya tidak hanya pada seniman atau pemerhati seni saja. Namun seluruh masyarakat bisa ikut serta melestarikan dan sehat. “Ponorogo bisa menjadi Kota Budaya yang sekaligus kota sehat bagi ibu hamil,” tandasnya.
Direktur Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) Nanda Dwinta Sari berharap Pemerintah Kabupaten Ponorogo bergerak cepat merespon berbagai upaya masyarakat dalam upaya menurunkan AKI.
”Harapannya pemerintah harus terbuka, melibatkan banyak pihak dan membuka ruang-ruang dialog dalam upaya-upaya preventif untuk menurunkan AKI,” tegasnya.
Termasuk inovasi senam ibu hamil yang dilakukan Sriningsih dengan mengadopsi tari Jathil. Apalagi tujuan lahirnya tari Jathil untuk ibu hamil ini sangat jelas yakni untuk kesehatan khususnya bagi ibu hamil.
“Ini penting agar program-program yang direncanakan dapat tepat sasaran dan sesuai kebutuhan masyarakat sendiri khususnya perempuan,” tandasnya. (as)