PONOROGO (MP) – Masjid Tegalsari secara administratif terletak di Desa Tegalsari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo Propinsi Jawa Timur.
Masjid ini menyatu dengan Pondok Pesantren seluas kurang lebih 4500 m2.
Apabila diamati dari depan tidak tampak kekunoannya, tetapi masih menempati areal yang lama dan kekunoannya masih nampak pada unsur-unsur dan pola dasar bangunannya.
Keadaan bangunan secara umum adalah :
1. Masjid dikelili pagar setinggi kurang lebih 1,5 meter terbuat daru tembok. Adapun yang ada saat ini merupakan pagar baru. Dahulu dipelataran depan serambi masjid terdapat parit/kolam yang menuju kearah sungai keyang diutara dan barat masjid.
2. Serambi berbentuk segi empat berukuran 13,56 meter x 16, 20 meter. Didalamnya terdapat 12 tiang dari balok kayu jati. Pada dindingnya terdapat prasasti purna pugar dan kali grafi.
3. Ruang utama berbentuk bujur sangkar berukuran 16,25 meter x 16,25 meter. Didalamnya terdapat tiang berjumlah 36 buah. 22 tiang bentuk silindrik (bulat) dan 14 tiang lainnya berbentuk segi empat.
4. Mihrab/pengimamannya berukuruan 206 cm x 130 cm x 217 cm, lengkungnya dari kayu jati berukir motif daun dan pilin tegar. Di depan mihrab ada mimbar berukuran 1,85 m x 0,90 m berhias motif elips, berdasarkan angklade, roset berisi suluran dan kali grafi arab.
5. Pawastren berbentuk segi empat berukuran 8,25 m x 18, 32 m.
6. Atap bangunan masjid berupa atap tumpang tiga yang mengandung filosofi tiga hal yang harus dimiliki oleh umat islam dalam kehidupannya yaitu Iman, Islam dan Ihsan. Bagian atas terdapat tempayan terbalik yang merupakan peninggalan Kyai Ageng Muhammad Besari. Genteng berbentuk sirap terbuat dari kayu jati berukuran 50 cm x 25 cm x 25 cm.
7. Batu ‘bancik’ yang ada didepan masjid konon diambil dari kerajaan Hindu Majapahit setelah keruntuhan kerajahan itu. Secara filosofis mengandung arti bahwa masyarakat yang menganut ajaran Hindu di bawah kekuasaan kerajaan Majapahit seiring berdirinya Masjid Tegalsari dan Pondok Pesantren sudah berada dibawah kendali ajaran islam yang disebarkan oleh Kyai Ageng Muhammad Besari.
Sejarah Tegalsari dimulai dari Dusun Setono, dulunya berupa hutan yang dibuka oleh dua saudara yaitu Pangeran Sumende dan Kyai Donopuro untuk pembangunan masjid dan pesantren. Salah satu yang belajar saat itu bernama Muhammad Besari dari Caruban yang terkenal sangat pandai. Lalu ia dijadikan menantu oleh Kyai Nursalim dari Mantub Ngasinan. Kemudian Muhammad Besari diberi tanah oleh Kyai Donopuro disebelah Timur Dusun Setono yang selanjutnya didirikan masjid dan pesantren Tegalsari.
Pada awalnya Desa Tegalsari dipimpin oleh lurah yang juga tokoh panutan yang bergelar Kyai Ageng. Pada waktu itu terjadi “Geger Pacinan” di Keraton Mataram Kartosuro dipimpin oleh Raden Mas Garendi yang kemudian dapat menduduki istana.
Paku Buwono II Raja Mataram saat itu mengungsi ke Ponorogo dan singgah di Desa Tegalsari. Beliau menyusun kekuatan dan akhirnya dapat memadamkan pemberontakan. Sebagai balas budi Desa Tegalsari dijadikan perdikan dan Kepala Desa Tegalsari diberi gelar “Kyai Ageng”, yang dimaksud Kyai Ageng Muhammad Besari putra Kyai Anom Besari dari Kuncen.
Pada perkembangannya masjid Tegalsari pernah dibugar oleh Pemerintah Daerah TK II Kabupaten Ponorogo pada tahun 1976 sampai Februari 1977 yang diresmikan oleh Presiden Suharto.
Kemudian pada tahun 1994/1995 sampai dengan tahun 1996/1997 di pugar kembali oleh Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur. Sedang Pawastren dilakukan pemugaran pada tahun 2010 dengan penambahan tiang dari bahan beton serta penambahan ornament pada atap pawastren.(mny).