PONOROGO, (MP) – Memasuki tahun politik pemilu 2019 ini menjadi perhatian serius Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI).
PGRI mewanti-wanti kepada keluarga besar PGRI untuk tetap berkomitmen menjaga jati diri profesi.
“PB PGRI tegas meminta keluarga besar PGRI untuk menjaga independensi dan tidak berpolitik praktis,” ungkap Drs. H. Prayitno, M.Pd Ketua PGRI Ponorogo usai mengikuti Konkernas PGRI di Wisma Guru Jakarta.
Prayitno juga menyampaikan bahwa dalam situasi politik ini, PGRI diminta untuk tetap menjalin komunikasi dengan birokrasi.
Disamping itu, dalam persiapan menghadapi abad 21, guru sebagai agent of change untuk tidak alergi perubahan.
“Guru harus proporsional dan profesional. Karena tuntutan jaman yang semakin canggih,” tegasnya.
Selama Konkernas yang berlangsung empat hari (8-11/2/2019) itu juga disampaikan laporan pertanggungjawaban pengurus.
Setiap kabupaten yang dihadiri unsur ketua itu juga diberikan ruang untuk menyampaikan aspirasi.
Secara kolektif PGRI di wilayah Mataraman menyampaikan sejumlah aspirasinya.
Salah satunya terkait TPP agar aturannya tidak berbelit-belit. Sehingga membuat guru merasa terbebani yang mengakibatkan tergesernya tugas utama sebagai seorang pendidik.
Selain itu, PGRI Mataraman juga meminta pemerintah untuk tidak memotong TPP karena guru sakit, menjalankan ibadah umroh atau haji.
“Dulu guru tidak mengajar karena sakit, umroh dan haji dipotong TPPnya. Alhamdulillah aspirasi kami direspon dan sudah sah tidak dipotong lagi,” pungkasnya. (sr)